Senin, 11 November 2013

Review : "Gravity"


Setelah “menghilang” selama 7 tahun selepas menyutradari film Sci-fi “Children of Men”. Alfonso Cuaron kembali dengan karya terbarunya, “Gravity” yang mampu membuat banyak pasang mata menanti-nanti kehadirannya karena mampu menghadirkan sebuah petualangan luar angkasa yang siap memesona siapa saja yang menontonnya dengan visual yang menawan serta ketegangan yang siap membuat yang menontonnya ikut merasakan “kengerian’” yang dialami tokoh dalam film ini. Gravity muncul ditengah gempuran film-film sci-fi bertemakan alien, post-apocalypse dan masa depan. Gravity menawarkan pendekatan serealistis mungkin dengan sederhana namun dapat memukau semua orang.
Gravity berkisah tentang Dr. Ryan Stone yang diperankan oleh Sandra Bullock yang merupakan seorang Medical Engineer (Teknisi Medis) yang sedang menjalankan misi penerbangan luar angkasa pertamanya ditemani oleh astronot veteran Matt Kowalsky yang diperankan oleh George Clooney). Tanpa diduga ditengah menjalankan rutinitas luar angkasa-nya, Ryan dan Kowalski di “serang” serpihan puing-puing berkecepatan tinggi yang berasal dari satelit luar angkasa yang hancur. Puing-puing satelit itupun menghancurkan pesawat eksplorer, tempat mereka menjalani rutinitasnya. Pertualangan Ryan dan Kowalski dimulai ketika mereka terombang-ambing di luar angkasa tanpa akses komunikasi yang terputus dengan Bumi serta minimnya persediaan oksigen di luar angkasa. Selebihnya kita akan melihat salah satu petualangan dan kisah bertahan hidup diluar angkasa yang luar biasa dan tentu saja membuat penontonnya duduk tegang dan sesekali sesak nafas dibuatnya.



WOAAWWWW.. itulah kata pertama yang saya lontarkan melihat visualisasi yang cantik nan menawan dari pemandangan luar angkasa yang ditampilkan Gravity. Sejak detik pertama film ini dimulai, Gravity mampu menyishir saya dan memukau penglihatan saya dengan visual bumi dari luar angkasa serta pemandangan luar angkasa yang mempesona. Sebuah pencapaian visual efek menakjubkan yang begitu detil sehingga mampu menyajikan keindahan luar biasa dan mampu memberikan pengalaman sinematis yang sangat berkesan untuk penontonnya serta mengajak penonton merasakan dan melihat apa yang selama ini dilihat oleh astronaut diluar angkasa sana. Sekitar 15 menit awal Gravity, penonton akan disuguhkan dengan long take tanpa putus tanpa editing yang menggambarkan kegiatan para astronaut di pesawat luar angkasa explorer dengan latar belakang pemandangan memukau bumi serta keindahan luar angkasa. Penonton akan diperlihatkan bagaimana “asyiknya” Matt Kowalsky melayang-layang dengan senang sambil “menggoda” Ryan Stone yang sedang sibuk memperbaiki bagian di pesawat luar angkasa dengan celotehan-celotehannya.

“Edan, Ini buatnya gimanaa??” Kata yang keluar dari mulut saya ketika terus diberikan pengalaman sinematik yang menakjubkan melalui Gravity. Hal ini tidak lepas dari kerja keras sang sutradara yang pernah terlibat menyutradari seri ketiga dalam saga Harry potter yaitu Harry Potter and the Prisoner of Azkaban. Alfonso Cuaron bertekad menjadikan Gravity serealistis mungkin bahkan seperti film dokumenter  astronot diluar angkasa yang di landa bencana. Sehingga, dalam film ini, penonton tidak akan menemui hal-hal yang biasa ditemukan dalam film sci-fi seperti alien. Jadi, jangan berharap ketika Ryan dan Kowalski terombang-ambing di luar angkasa, tiba-tiba mereka diculik oleh alien yang akan membawanya ke planet antah berantah. Alfonso Cuaron mampu meramu dengan baik visual efek yang mecengangkan dengan sinematografi yang menawan hasil pergerakan kamera yang ciamik. Membuat tampilan visual Gravity terlihat mengagumkan. Serta iringan Scoring mendebarkan yang mampu membuat penonton semakin hanyut dalam filmnya. Serta penampilan menawan dari dua cast-nya Sandra Bullock dan George Clooney yang mampu memberikan sentuhan emosionalnya kepada penonton disetiap scene dalam Gravity. Sandra Bullock menunjukan bahwa dirinya memang pantas dinobatkan sebagai aktris yang mumpuni dengan penampilannya sebagai Dr. Ryan Stone. Sandra Bullock mampu membuat kita terpaku dengan bagaimana dia bertahan diluar angkasa, turut merasakan ketakutannya, kengeriannya, dan kesendiriannya. Penampilan yang sangat menawan dalam memerankan Dr. Ryan Stone memperlihatkan bahwa betapa Sandra Bullock berkerja keras dan serta memberikan dedikasiyang terbaik dalam film ini. Walaupun tak mendapat porsi sebanyak Sandra Bullock, tokoh Matt Kowalski yang diperankan oleh George Clooney menjadi tokoh penting dan karakternya berkesan tidak mudah dilupakan. Dengan budget produksi mencapai $80 juta , Alfonso Cuaron mampu “membayarnya” dengan sebuah masterpiece yang akan terus dikenang beberapa tahun kedepan seperti halnya 2001 : A Spce Odyssey pada tahun 1968.


Secara keseluruhan, Film yang melakukan debut penayangannya pada 70th Venice International Film Festival ini mampu memberikan pengalaman sinematik yang indah bahkan yang terbaik yang pernah saya rasakan dibioskop. Dengan film ini saya seperti merasakan apa yang selama ini menjadi impian masa kecil saya yaitu menjadi Astronot. Mungkin tidak berlebihan bila banyak yang beranggapan bahwa Gravity akan menjadi pesaing kuat dalam Oscar tahun depan. Dianjurkan untuk menonton Gravity di layar IMAX 3D agar dapat merasakan sensasi berpetualang di luar angkasa.


Rating : 5/5

Hepi 21, miaw!




Review : "Your Next" (2013)


Setelah tahun ini disuguhkan dengan karyanya dalam project kumpulan sutradara-sutradara “sakit” di The ABC’s of Death dengan menyutradari serta membintangi segmen Q is for Quack dan juga bergabung dengan Gareth Evans, Timo Tjahjanto , dan Jason Eisener di V/H/s 2, Kini Adam Wingard kembali menyuguhkan film yang akan mengajak penonton merasakan terror dan “indah”nya bermandikan darah dalam You’re Next.
Film slasher yang “ditahan” selama hampir dua tahun oleh pihak distributornya, Lionsgate ini pernah “merasakan” program Midnight Madness di TIFF (Toronto International Film Festival) pada tahun 2011 yang saat itu dimenangkan oleh “The Raid”nya Gareth Evans. Dan sempat tersiar kabar bahwa You’re Next  juga akan dijadikan sebagai “Surprise Movie” di INAFFF 2011. Namun karena pihak Lionsgate-nya tidak merestui, alhasil film ini gagal ditayangkan di INAFFF 2011 dan akhirnya “A Lonely Place To Die”lah yang menjadi “Surprise Movie” di festival film yang paling dirindukan oleh pecinta genre fantastic di Indonesia.
You’re Next berkisah tentang keluarga Davison yang sedang berkumpul untuk merayakan “Anniversary” pernikahan Paul (Rob Moran) dan istrinya, Aubrey (Barbara Crampton). Hari yang terlihat akan sempurna karena seluruh anggota hadir dan merayakannya mendadak berubah menjadi malam kelam dan mengerikan ketika sekelompok pembunuh bertopeng binatang meneror mereka. Anggota keluarga Davison bahu membahu untuk melawan terror dari “binatang buas” tersebut. Timbul pertanyaan siapa dibalik topeng tersebut? Apa yang sebenarnya mereka cari?


Penampilan tokoh Erin Harson yang diperankan oleh Sharni Vinson mampu membuat siapapun yang menontonnya berdecak kagum. Dia-lah yang paling survive diantara anggota keluarga Davison. Bukannya kabur atau bersembunyi dari ancaman golok dan panah si pembunuh bertopeng. Sebaliknya, dia malah memburu balik “hewan-hewan jadian” tersebut. Membuat si pembunuh-pembunuh bertopeng merasa terancam dan malam yang mereka pikir akan berakhir “bahagia” berubah karena ketangguhan Erin.
Kisah “Home Invasion” yang disuguhkan dalam “You’re Next” sebenarnya bukanlah hal yang asing dan baru. Namun, Cara Adam Wingard mengajak penontonnya untuk bersenang-senang dengan adegan-adegan sadis berlumuran darah patut diapresiasikan. Mungkin untuk penggemar film slasher (seperti saya), You’re Next seperti film pemuas dahaga akan adegan-adegan sadis nan brutal. Bacok sana bacok sini, Tusuk sana tusuk sini, darah dimana-mana, teriakan ketakutan dan terror membuat film ini mampu memberikan ketegangan bagi penontonnya, “kepuasan” akan adegan sadis dan “kebahagiaan” karena darah ada dimana-mana.

Dibalik adegan brutal dan terror dari pembunuh bertopeng, Adam Wingard menyuguhkan dialog yang menarik yang tak kalah menarik dari adegan berdarah dalam film ini. Yang paling saya ingat dan termasuk berkesan adalah ketika anggota keluarga Davison berkumpul dimeja makan untuk makan malam dan obrolan-obrolan antara anggota keluarga yang berbuntut dengan debat. Selain itu, Adam Wingard juga menyelipkan komedi-komedi yang membuat warna lain dalam film ini. Ditengah adegan-adegan yang menegangkan dan penuh darah, film ini tetap memberikan “istirahat” dengan dialognya yang lucu dan bahkan mampu mengundang tawa. Jadi menonton “You’re Next” adakalanya penonton teriak sekeras-kerasnya ada kalanya penonton juga tertawa sekeras-kerasnya.


Secara keseluruhan, You’re Next merupakan film pelepas dahaga yang tepat bagi pecinta slasher. Saya pribadi merasa terpuaskan akan adegan-adegan brutal yang disuguhkan dalam film ini. Tanpa basa basi film ini menampilkan adegan yang sadis sejak awal film. Tusukan demi tusukan , pukulan demi pukulan, bacokan demi bacokan dan darah dimana-mana siap menghibur penontonnya. Tak perlu mengharapkan cerita yang rumit dengan twist yang memukau cukup nikmati saja setiap “hiburan” yang ingin ditunjukan oleh Adam Wingard dan kalian akan merasakan “kebahagian” menonton film ini. Seperti saya yang teriak kegirangan saat satu demi satu diperlihatkan adegan-adegan keras nan “Indah”. Dan jangan sampai lupa lagu “Looking for the Magic”nya Dwight Twilley yang mampu memberikan warna lebih dalam film ini.



Rating : 3/5

Review "Manusia Setengah Salmon" (2013)


“Hidup adalah Kumpulan perpindahan kecil dan kita terjebak didalamnya”.

Raditya Dika kembali menghiasi perfilman Indonesia. Pada tahun ini saja, Dika telah membintangi (dan juga turut menulis naskah) 3 judul Film.Diawali dengan “Cinta Brontosaurus” yang merupakan adaptasi dari novel kedua karya Dika yang berjudul sama dengan filmnya. Film yang disutradarai oleh Fajar Nugros (Cinta disaku celana) ini mampu menggaet penonton film Indonesia dengan jumlah penonton sekitar 800ribuan dan mengukuhkan diri sebagai pemuncak dalam jumlah raihan penonton film Indonesia tahun 2013 sampai saat ini. Keberhasilan serial komedi berdurasi pendek yang tayang di-Youtube (dan tayang juga di Kompas Tv) “Malam Minggu Miko” yang mampu membuat penggemar Dika menanti-nanti kehadiran serial komedi ini tiap minggunya, “digarap” menjadi sebuah film layar lebar dengan disutradari oleh Salman Aristo (Jakarta Maghrib) dengan Judul “Cinta Dalam Kardus”. Film yang rilis hanya berselang sekitar 1 bulan dari perilisan “Cinta Brontosaurus” ini tetap mampu menuai jumlah penonton yang cukup tinggi. Sekitar 200ribu pasang mata menyaksikan film ini dibioskop ditengah fenomena menurunnya jumlah penonton Indonesia.  Kini Dika kembali hadir, dengan film adaptasi dari buku keenamnya, “Manusia Setengah Salmon” yang merupakan film ketiga Raditya Dika pada tahun ini.

Seperti ingin melanjutkan kesuksesan “Cinta Brontosaurus”, Starvision dengan “segera” melanjutkan kisah Dika dan kehidupannya yang mampu menghibur penonton terutama penggemarnya (serta tentu saja followersnya yang banyak itu) dengan menggarap “Manusia Setengah Salmon”. “Manusia Setengah Salmon” merupakan kelanjutan kisah dari “Cinta Brontosaurus”. Pada “Manusia Setengah Salmon” tidak lagi diarahkan oleh Fajar Nugros, melainkan oleh Herdanius Larobu. Apabila dalam “Cinta Brontosaurus“ menceritakan pertemuan antara Dika (Raditya Dika) dan Jessica (Eriska Rein) dengan segala lika liku percintaannya, maka dalam “Manusia Setengah Salmon” penonton disuguhkan kisah bagaimana karakter Dika menjalani proses “Perpindahan”. Dikisahkan Dika dalam masa kembali sendiri (jomblo) setelah sekitar satu tahun putus dengan Jessica. Namun, Dika tidak mudah untuk melepas bayang-bayang Jessica dikehidupannya, sehingga Dika sulit untuk move on dari Jessica dan mencari pengganti Jessica. Hingga akhirya Dika dekat dengan dengan gadis cantik bernama Patricia (Kimberly Ryder). Selain masalah “perpindahan hati”, Dika juga harus merasakan perpindahan tempat tinggal yang sejak kecil ia tempati bersama keluarganya. Proses mencari rumah baru bersama ibunya (Dewi Irawan) tidak mudah, berkali-kali Dika dan ibunya harus menemukan hal-hal aneh dirumah-rumah yang mereka Survey. Penonton akan disuguhkan bagaimana proses Dika dalam berdaptasi dengan perpindahan ke hal yang baru dalam hidupnya. Baik itu perpindahan rumah sampai perpindahan hati.


Sebagai film yang diadaptasi dari novel, “Manusia Setengah Salmon” cukup dekat dengan apa yang ditulis pada novelnya. Kisah-kisah seperti hubungan Dika dengan supirnya (Insan Nur Akbar) yang bermasalah dengan bau keteknya hingga percakapan antara kaum setan-pun ada difilm ini walau porsinya hanya sebagai pelengkap. Karena diadaptasi dari novelnya, sehingga beberapa joke dan celotehan yang dilontarkan oleh Dika yang sebenernya mampu mengundang tawa jadi gagal untuk saya. Ya mungkin karena saya merupakan pembaca semua novel dari Dika dan beberapa kali melihat penampilan Dika saat sedang menjadi Comic (sebutan bagi orang yang melakukan Stand Up Comedy) atau dalam serial “Malam Minggu Miko”, joke yang dilontarkan Dika sesekali menjadi jayus bin garing karena terjadi pengulangan joke yang sering dilakukan oleh Dika di “tempat” lain atau joke yang ada di novelnya. Walaupun beberapa “Becandaan” atau Joke dalam film ini mampu membuat saya terhibur dan tertawa. Jujur saya lebih menikmati becandaan Dika melalui buku-bukunya dibanding dengan menonton filmnya. Iya walaupun saya sadari untuk mengeksekusi sebuah buku kedalam sebuah film tidaklah mudah dan memberikan “pengalaman” yang sama menonton film dengan membaca bukunya juga tidaklah mudah. Tetapi film ini mampu membuat saya terhibur dan betah hingga film selesai dengan segala yang tersaji difilm ini.

Berbeda dari pendahulunya, “Manusia Setengah Salmon” memiliki cakupan cerita yang lebih luas. Apabila dalam “Cinta Brontosaurus” berfokus pada kisah asmara Dika dan Jessica yang dibantu dengan agennya yang menarik perhatian saya di “Cinta Brontosaurus” (iya saya merindukan kosasih), dalam “Manusia Setengah Salmon”, Kedekatan Dika dengan keluarganya, terutama Ayahnya (Bucek) yang ingin punya waktu bersama Dika mendapat porsi yang sama banyak dengan kisah Dika dengan kisah cintanya. Hal ini seperti memperjelas kalau “Manusia Setengah Salmon” tidak hanya film komedi percintaan remaja yang hanya memperlihatkan asam-manis dalam hubungan asmara namun juga sebagai film komedi keluarga yang menampilkan kedekatan Dika dengan keluarganya yang cukup unik. Penampilan Raditya Dika tidak banyak berubah dari 2 film sebelumnya pada tahun ini tapi tentu saja berkembang dibanding film pertamanya “Kambing Jantan” yang saat itu Dika masih terlihat kaku dan canggung dalam berakting. Akting Raditya Dika pada film ini membuat saya tidak bisa membedakan mana Dika menjadi Dika (menjadi dirinya sendiri) atau menjadi sosok Miko yang jelas kedua karakter ini berbeda. Tapi kreatifitas Raditya Dika memang patut diapresiasikan. Berawal dari blogger, menjadi penulis novel, menjajal dunia stand up comedy sebagai comic, membuat serial pendek di youtube dengan “Malam Minggu Miko” hingga terjun kedunia perfilman. Semoga keberuntungan Raditya Dika berlanjut kepada Manusia Setengah Salmon setidaknya mampu memperoleh raihan jumlah penonton “Cinta Brontosaurus”. Bagi penggemar Raditya Dika, tentu penampilan Dika dalam film barunya “Manusia Setengah Salmon” jangan sampai kalian lewatkan.

Rating: 2/5