Jumat, 03 April 2015

Review : A Documentary of Mocca : Life Keeps on Turning (2011)



Diranah musik Indonesia terutama aliran indie, Nama band Mocca cukup dikenal oleh khalayak masyarakat. Memiliki sejumlah hits yang terkenal (Beberapa menjadi soundtrack film seperti Catatan Akhir Sekolah dan Untuk Rena) membuat Mocca memiliki jumlah penggemar yang banyak dan terkenal loyal. Band beraliran Pop Indie asal Bandung ini pada Juli 2011 memutuskan untuk rehat dan membuat “Konser Perpisahan” yang tentu saja membuat para Swinging Friends (Julukan untuk penggemar Mocca) merasa sedih. Dalam masa rehat Mocca, Film dokumenter berjudul “A Documentary of Mocca : Life Keeps on Turning“ serasa sebagai penawar rindu para fans akan band kesayangan mereka.

“A Documentary of Mocca : Life Keeps on Turning“ berkisah mengenai momen-momen terakhir Mocca sebelum memutuskan untuk Vacum manggung bersama dikarenakan keputusan Arina sang vokalis untuk melepas masa lajangnya dengan pria asal Amerika Serikat bernama Chris Miller yang otomatis membuat Arina mengikuti suaminya ke negeri paman Sam. Film dokumenter yang lebih terlihat seperti concert documentary atau lebih dikenal dengan istilah rockumentary ini menggabungkan footage-footage dari beberapa penampilan penampilan band yang terdiri dari Arina Ephipania (vokal dan flute), Riko Prayitno (gitar), Ahmad Pratama atau Toma (bass) dan Indra Massad (drum ) pada konser perpisahan mereka di Jakarta dan “Secret Gigs” di ITENAS BANDUNG tempat dimana awal mereka “disatukan” .

Inisiatif memfilmkan Mocca beserta momen-momen terakhir mereka sebelum rehat muncul dari dua lulusan Institut Kesenian Jakarta (IKJ), Ari Rusyadi dan Nicholas Yudifar (Sutradara segmen Palasik di film Hi5teria tahun 2012). Mereka melihat bahwa rehatnya Mocca serta konser perpisahannya merupakan fenomena penting baik bagi Mocca maupun penggemarnya. Hal tersebut bisa dilihat dari antusiasme fans Mocca dalam menyerbu tiket konser dimana hanya dalam waktu 15 menit sejak dibuka semua tiket sudah ludes terjual.

Selama sekitar 80 menit durasi film, penonton akan disuguhkan penampilan-penampilan live Mocca yang mayoritas diambil dari konser di Jakarta dan ITENAS. Beberapa hits mereka seperti “Me and My Boyfriend”, “Secret Admire”, “You and Me Againts The Worlds”, “I Remember” , hingga lagu yang menginspirasi judul film ini “Life Keeps on Turning” seakan mengajak penonton untuk hanyut kedalam musik yang dibawakan Mocca. Bagi para penggemarnya, tentu hal ini dapat menjadi pelipur rindu mereka dan sesekali merasa terajak untuk ikut menyanyikan lirik-lirik dalam setiap lagu Mocca. Bagi yang baru mengenal Mocca, mungkin akan tergerak untuk mengenal lebih tentang lagu-lagu Mocca selepas menonton film ini. Sekitar 18 lagu Mocca dinyanyikan dalam film ini. Selain Footage dari dua konser tersebut, ada juga beberapa penampilan Mocca di Dahsyat RCTI serta di luar negeri. Selain itu ada sedikit wawancara terhadap beberapa personilnya serta nostalgia pada masa-masa awal mereka terbentuk.

“A Documentary of Mocca : Life Keeps on Turning“ menyuguhkan setiap footage penampilan live Mocca secara utuh dalam arti dari awal mulai lagu sampai lagu berakhir,  tidak ada lagu yang ditampilkan setengah-setengah. Ada satu lagu yang menggabungkan penampilan Mocca dibeberapa tempat namun lagu yang dibawakan sama dan proses editing membuat lagu tersebut menjadi selaras. Dokumenter ini menghargai setiap penampilan Mocca di atas panggung dan menyadari akan kekuatan yang dimiliki oleh Mocca, penampilan panggung yang sama baiknya (atau bahkan lebih baik) dari musik rekamannya. Kualitas musikalitas Mocca yang bagus dapat di capture dengan baik di dokumenter ini. Penggunaan filter warna yang agak senja terkadang membuat beberapa gambar di film ini terasa tidak fokus. Mungkin penyebabnya penggunaan kualitas kamera yang digunakan, namun hal ini tidak mengurangi keasikan dalam menonton “A Documentary of Mocca : Life Keeps on Turning“. Didukung dengan editing yang baik membuat part-part penampilan Mocca serta hal lain seperti wawancara dan sebagainya memiliki komposisi yang baik dan tempo yang tepat. Salah satu hal unik dalam film ini adalah beberapa sudut pengambilan gambarnya seperti sudut pandang dari ujung bass Toma hingga merekam dari televisi yang menayangkan Dahsyat. Sebuah eksperimen yang cukup unik dan membuat film ini terasa lebih variatif.

Film yang melakukan premier di gelaran Jogja Asian-NETPAC Film Festival (JAFF) ke-6 pada Desember 2011 ini mampu menarik antusiasme tinggi terlihat dari jumlah penontonnya sekitar 430-an yang menjadikan “A Documentary of Mocca : Life Keeps on Turning“ menjadi film terlaris pada gelaran JAFF 2011 mengalahkan “The Raid” dan “Lovely Man”. Diluar kurang relevannya film ini dengan kondisi sekarang mengingat tak lama dari tanggal perilisannya Mocca berhenti dari masa rehatnya, terbukti dari keluarnya album baru mereka yang berjudul “Home” tahun 2014 lalu. Namun begitu, dokumenter ini tetap dicintai dan memiliki tempat di hati Swinging Friends dan punya pendekatan personal antara band yang terbentuk tahun 1999 ini dengan fans mereka. Terbukti hampir setiap tahun ada saja pemutaran film “Documentary of Mocca : Life Keeps on Turning“ yang dilaksanakan oleh Swinging Friends.


“A Documentary of Mocca : Life Keeps on Turning“ diputar di Kineforum pada 29 Maret 2015 sebagai  salah satu rangkaian acara untuk memperingati Hari Film Nasional bertajuk FILARTC 2015 di kawasan Taman Ismail Marzuki 27-29 Maret 2015.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar