Minggu, 01 Maret 2015

Review : Malam Minggu Miko Movie (2014)


Dalam dua tahun terakhir, Setidaknya Raditya Dika, sosok fenomenal dikalangan anak muda, telah menelurkan 5 film yang berdasarkan ide-ide kreatifnya baik dari adaptasi novel atau web-series yang dia buat. Belum lama rasanya penonton film Indonesia disuguhi dengan karya penyutradaraan perdananya dalam “Marmut Merah Jambu”, bulan September ini, kisah Miko kembali diangkat ke layar lebar dengan judul “Malam Minggu Miko Movie”
Malam Minggu Miko Movie merupakan film yang diangkat dari Webseries dan TV series berjudul Malam Minggu Miko yang disutradari, ditulis, dan diperankan sendiri oleh Raditya Dika. Webseries Malam Minggu Miko sendiri meraih “The Most Popular Show” dalam ajang “Internet Video Stars 2013” dan sudah mencapai 52 episode yang ditonton oleh lebih dari 1 juta penonton. Raihan yang baik tersebut sudah menjadi modal bagus untuk mengangkat kisah Miko dan malam minggu “nestapanya” tersebut kedalam medium film. Terlebih film pertama “Miko” yang rilis tahun lalu, “Cinta Dalam Kardus” bisa dikatakan berhasil baik dari segi kualitas film maupun dari raihan jumlah penonton.

Malam Minggu Miko Movie bercerita mengenai tiga tokoh utama dalam film ini, Miko (Raditya Dika), Dovi (Andovi DaLopez), serta Anca (Hadian Saputra). Miko kembali bertemu dengan sahabatnya, Ryan (Ryan Adriandhy) yang mengabarkan kalo dia mendapat mimpi bahwa Miko  dikutuk oleh seseorang saat masih SMP melalui tulisan misterius di bagian belakang jas laboratorium miliknya yang membuat dia selalu gagal dalam mendapatkan pasangan. Bersama Ryan, Miko menelusuri beberapa teman SMPnya guna menghapus kutukan yang selama ini menimpanya. Dovi, mahasiswa senior yang sok pintar harus mengemban tugas khusus agar bisa lulus dari mata kuliah yang membuatnya mengulang hingga 5kali. Tugas khusus tersebut adalah mendampingi tiga mahasiswa tamu dari luar negeri yaitu Alexandra dari Polandia, Suzuki dari Jepang, dan Mamadi dari Gambia berkeliling Jakarta dan membuktikan bahwa dia mampu mengerjakan tugas ini dengn baik. Dan ada Anca, pembantu rumah tangga Miko harus melewati ujian demi ujian yang diberikan oleh kedua orangtua Anca agar dapat menikahi kekasihnya, Atik.

Bila dilihat dari raihan jumlah penonton, nama Raditya Dika bisa dikatakan laris dan mampu menarik jumlah penonton (terutama ABG dan fans-nya) yang cukup banyak. Hal ini tentu saja tak disia-siakan oleh Dika. Memanfaatkan aji mumpung, dalam waktu berdekatan Dika merilis film-filmnya yang hampir semuanya memiliki garis cerita yang sama, kisah tokoh yang diperankan Dika dengan lika-liku kehidupan cintanya. Dika menyadari betul pasar anak muda Indonesia, sebuah komedi ringan dibumbui kisah cinta ala remaja. Hasilnya, film-film Dika selalu Laris dipasaran.
Dalam Malam Minggu Miko Movie, Dika berperan penuh dalam penggarapan filmnya. Mungkin sebagai pemeran utama tak cukup baginya, dia juga duduk di kursi sutradara dan penulis skenario Malam Minggu Miko. Tentu saja Dika punya kuasa penuh dalam Malam Minggu Miko Movie dan paling bertanggung jawab dengan mau dibawa kemana film ini. Malam Minggu Miko merupakan film kedua Dika duduk di kursi penyutradaraan. Bila melihat karya penyutradaraan perdananya, Marmut Merah Jambu, Dika bisa dikatakan cukup berbakat dalam menggarap kisah yang diangkat dari novel buatannya sendiri ini. Mungkin, dalam Marmut Merah Jambu, Dika tak mengambil banyak porsi bermain dalam filmnya. Dalam Malam Minggu Miko, Dika lebih banyak berakting dibanding saat di Marmut Merah Jambu, hasilnya beberapa adegan terasa tidak fokus dan ada beberapa plot hole. Ditambah humor yang disajikan dalam Malam Minggu Miko Movie terasa monoton dan kurang ada inovasi baru dari Dika. Mungkin selera humor saya yang buruk atau gimana, namun setelah mengikuti semua film Raditya Dika, humor yang ditawarkan ya berputar pada itu-itu saja dan kurang berkembang. Dari segi ceritanya pun ada beberapa yang terasa lebay dan dipaksakan. Apa mungkin ke-lebay-an yang ada dalam Malam Minggu Miko Movie memang kesengajaan dari Raditya Dika. Tapi jelas bukannya memancing tawa, malah membuat penonton mengernyitkan dahi.
Malam Minggu Miko Movie cukup setia dengan webseriesnya. Selain tentu saja jajaran karakter yang diboyong ke dalam filmnya baik dari season pertama maupun season kedua, setting waktu yang melatar-belakangi Malam Minggu Miko Movie berlangsung dalam waktu satu hari satu malam (yang tentu saja terjadi saat hari sabtu dan malam minggu). Ketiga karakter utama “berpetualang” dalam urusannya masing-masing dalam kurun waktu yang bersamaan dan dalam beberapa moment mereka dipertemukan.Gaya editing cut-to-cut dengan pace yang cepat serta gaya pengambilan gambarnya pun hampir mirip dengan webseriesnya.

Ya harus diakui, kisah Miko kali ini kualitasnya dibawah dari Cinta Dalam Kardus (mungkin karena tidak ada campur tangan Salman Aristo kali ini). Film berdurasi 90 menit ini diawali dengan cukup menarik namun semakin film bergulir, Malam Minggu Miko Movie terasa flat dan pelan-pelan melepas perhatian penonton. Beberapa “penyegaran” yang diselipkan dari munculnya cameo serta lawakannya pun ya hanya berlalu begitu saja. Hanya Arie Kiting yang mampu mencuri perhatian sebagai dukun pribadi dari beberapa cameo yang kebanyakan selebtweet atau comic (stand-up comedian) seperti Liongky Tan dan Bayang becabita. Peran mereka sayang sekali kurang di explore lagi padahal masih mereka punya potensi lebih. Hal menarik perhatian dari Malam Minggu Miko Movie adalah Penempatan dan penyampaian sponsor yang terbilang unik walau sedikit maksa, namun menarik dan cukup mengundang tawa.


Selebihnya Malam Minggu Miko membuktikan eksistensi Raditya Dika dalam dunia komedi modern melalui media film, namun Raditya Dika harus melakukan evaluasi lagi untuk karyanya kedepan dan tidak terlena dengan raihan jumlah penonton yang tidak dipungkiri karya-karya Dika sudah berlabel “Pasti Laku”. Jadi ingat sebuah pernyataan salah satu sutradara Indonesia dalam suatu obrolan dengan saya belum lama ini, “kalo filmnya sudah pasti laku, kenapa pas buat ngga ngeluarin duit “lebih” lalu buat film yang lebih niat dan besar?”  mungkin pernyataan ini bisa direnungkan oleh rumah produksi yang menggarap film Raditya Dika selanjutnya , untuk memberikan perhatian lebih dari segi kualitas filmnya, tidak hanya memikirkan uang. Ya walaupun tak dipungkiri keuntungan besar dari film adalah hal yang dibutuhkan agar industri terus berjalan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar