Pernakah anda merasakan sebuah film begitu dekat dengan
kenangan anda? Seperti diajak bernostalgia dengan keseruan masa kecil anda yang
terasa akrab? “My Girl’ akan membawa penontonnya yang merasakan masa kecil di
era 80-an untu bernostalgia dengan segala memori masa kecil dan mengajak
penonton untuk bereuni sejenak mengingat pola tingkah anak-anak dimasa
tersebut.
“My Girl” yang memiliki judul asli “Fan Chan” merupakan film
tahun 2003 yang digarap secara keroyokan oleh enam sutradara-penulis sekaligus
(Vitcha Gojiew, Songyos Sugmakanan, Nithiwat Tharathorn, Witthaya Thongyooyong,
Anusorn Trisirikasem, dan Komgrit Triwimol) yang pada saat itu, “My Girl”
merupakan film debutan mereka. Sebuah debutan yang istimewa untuk mereka, selain
diakui dalam segi kualitas, film ini juga sukses dalam rahian jumlah penonton
di Thailand sana.
“My Girl” berkisah mengenai Jeab (Charlie Trairat)
mendapatkan undangan pernikahan dari sahabat kecilnya sekaligus cinta
pertamanya, Noi-Naa (Focus Jiracul). Pernikahan Noi-Naa berlangsung di kampung
halaman Jeab dan Noi-Naa dimana mereka menghabiskan masa kecil bersama. Dalam
perjalanan pulang, Jeab bernostalgia akan memori masa kecilnya bersama Noi-Naa.
Dan sepanjang film penonton akan dibawa flashback dengan kenangan masa kecil
Jeab, Noi-Naa, teman-teman mereka serta memori masa kecil mereka. Saat itu,
Jeab dan Noi-Naa bertetangga karna rumah mereka hanya dipisahkan oleh satu toko
kelontong. Jeab dan Noi-Naa bersahabat sejak balita dan karena kesulitan mendapat
teman laki-laki, Jeab-pun “terpaksa” ikut bermain permainan perempuan bersama
Noi-Naa dan teman-temannya. Walau tentu saja, Jeab kerap diejek oleh sekelompok
anak laki-laki Jack dan geng-nya. Kedekatan Jeab dan Noi-Naa membuat Jeab
merasakan hal lain pada Noi-Naa, dan menyadari Noi-Naa adalah cinta pertamanya.
Sederhana dan apa adanya, membuat “My Girl’ terasa begitu
dekat dengan penonton, terutama penonton Indonesia yang mempunya kemiripan
budaya dengan Thailand. Dengan setting tahun 80-an, penonton yang merasakan
masa kanak-kanak tahun 80-90an akan dibangkitkan memorinya dan diajak
bernostalgia dengan masa kecilnya. “My Girl” membuat penonton tersenyum indah apalagi
penonton yang mempunyai pengalaman yang sama secara personal ketika anak-anak
dalam “My Girl” memainkan permainan sederhana khas anak-anak seperti lompat
tali dari karet, bermain peran karakter laga dengan kostum seadanya, bermain
sepak bola di lapangan tanah, bermain besepeda dengan teman-teman sore hari,
main karet tiup, hingga berenang di sungai. Sebuah kegiatan yang mungkin sangat
langka dilakukan anak-anak zaman sekarang yang sudah terjebak dan terhipnotis
kecanggihan gadget sehingga melupakan keasyikan bermain diluar bersama teman. Sungguh disayangkan, padahal moment
kanak-kanak dengan keseruan bermain diluar adalah moment tak tergantikan.
Mengusung cerita mengenai cinta monyet tak membuat “My Girl”
menyajikan sebuah kisah cinta berlebihan yang tak layak untuk anak-anak. Jeab
tidak berlebihan hingga mengejar-ngejar cinta Noi-Naa atau sampai mengutarakan
cinta kepadanya. Kisah cinta monyet dalam “My Girl” dibuat sesuai dengan
karakteristik anak-anak yang polos dan lugu. Sehingga bukan menjual kisah cinta
yang berlebihan antara dua insan, namun lebih mengedepankan kisah persahabatan
. Sebuah pembelajaran untuk film anak (terutama di tanah air) agar lebih
bijaksana menaruh unsur cinta dalam film agar anak-anak tak mencontoh dan sudah
mulai cinta-cintaan diusia dini.
Penampilan para pemeran cilik dalam “My Girl” patut diacungi
jempol. Memainkan peran mereka masing-masing dengan karakter yang kuat dan tidak
terlihat berlebihan. Penampilan anak-anak dalam “My Girl” terkesan natural dan
seperti memainkan diri mereka sendiri. Sineas yang menggarap “My Girl”pun cukup
piawai merajut cerita yang dekat dengan tokoh dengan karakter yang ada,
hasilnya “My Girl” begitu natural, sederhana, membumi, dan tentu saja sangat
sulit untuk tidak disukai. Selain tokoh utama
Jeab dan Noi-Naa, tokoh Jack yang diperankan Chaleumpol
Tikumpornteerawong cukup menarik perhatian dengan bakat aktingnya. Wajar
apabila saat ini diumurnya yang sudah cukup dewasa dia masih lalu lalang di
perfilman Thailand, Salah satunya dalam film Romantic Comedy berjudul “ATM”
yang rilis tahun 2012.
Dengan raupan pendapatan sebesar 140 juta Bath dalam
penayangannya di Thailand, bisa dikatakan film ini sukses dalam segi financial.
Bagaimana dengan kualitasnya? Film ini sangat sulit untuk tidak disukai.
Temanya yang sederhana dan digarap dengan sangat membumi, natural, apa adanya
namun terasa istimewa membuat “My Girl” dengan mudah membekas di hati
penontonnya. Perpaduan apik tema cinta monyet, persahabatan yang kental, dan
problematika masa kanak-kanak yang pas dari masa perkembangan psikologisnya
membuat film ini tampil tak berlebihan dan menjadi kekuatan dalam “My
Girl”. Beberapa moment yang memorial
dibalut dengan komedi ringan serta balutan lagu-lagu populer Thailand tahun
80-an membuat “My Girl” semakin memikat.
Sebagai info, “My Girl” pernah rilis di Indonesia dengan
judul “Cinta Pertama” pada tahun 2006. “My Girl” saat itu didubbing ke dalam
bahasa Indonesia dan lagu-lagu Thailand dalam film ini diganti dengan lagu-lagu
populer Indonesia tahun 80-an yang dinyanyikan oleh musisi terkenal saat itu
seperti Iwan Fals, Chrisye, Hetty Koes Endang, dan Ebiet G. Ade.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar