Kamis, 26 Februari 2015

Review : Comic 8 (2014)





Menyatukan 8 Comic (sebutan untuk pelaku stand up comedian) dalam satu film Action comedy? Bisa dibilang sebuah suguhan segar di kala penonton Indonesia terus-terusan suguhkan oleh genre yang itu-lagi-itu-lagi, comic 8 hadir sebagai “warna lain” dalam perfilman lokal.
Tak lain adalah Anggy Umbara, sosok dibalik film “Mama Cake” serta film yang cukup laris tahun lalu, “Coboy Junior The Movie” yang membawa 8 “Pelawak panggung” ini bersanding bersama dalam satu film. Anggy tahu betul kini Stand Up Comedy sedang berada dimasa jayanya dan Anggy-pun tahu bagaimana memanfaatkan hal tersebut. Memanfaatkan “aji mumpung” ini, Anggy menyuguhkan “Comic 8” sebuah film  bergenre Action Comedy yang bisa dibilang sangat jarang diperfilman lokal.

Premis “Comic 8” bisa dibilang unik. Delapan orang perampok yang dibagi dalam 3 komplotan rampok dengan kepentingan berbeda secara tidak sengaja “bersinggungan” diwaktu yang sama ketika mereka berniat merampok Bank INI. Ada Bintang, Fico, dan Babe, rampok amartir yang merampok demi merubah nasib harus bertemu dengan komplotan bertopeng joker (Anggy seperti ingin memparodikan adegan merampok bank yang dilakukan Joker di The Dark Knight) yang terlihat lebih professional yang terdiri dari Ernest,Kemal, dan Arie serta duo perampok “ajaib” Mongol dan Mudy. Selebihnya penonton akan disuguhkan kisah perampokan bank aneh dan kacau ini lengkap dengan hingar bingar suara senapan serta tentu saja kekonyolan-kekonyolan para rampok yang memancing gelak tawa penonton.

“Comic 8” tentu merupakan bukti semakin berkembangnya Anggy Umbara dalam mengemas sebuah film. Dalam “Comic 8” masih akan disuguhkan hal-hal yang menjadi ciri khas dari Anggy seperti gaya-gaya komikal dengan ditambah ilustrasi-ilustrasi yang menarik dan penggunaan beberapa frame dalam satu layar . Namun penggunaan beberapa efek visual dalam “Comic 8” lebih tepat penggunaannya dan lebih enak dinikmati daripada saat Anggy menerapkannya pada “Mama Cake” yang terlihat ingin menuangkan beberapa efek dan filter sebanyak-banyaknya. Penggunaan efek slow-motion pada adegan action seperti saat baku tembak patut diacungi jempol. Efek Slow-motion membuat adegan action terlihat lebih detail dan terlihat “keren” dimata penonton. Namun penggunaan efek slow-motion pada “Comic 8” terlihat banyak diulang-ulang yang malah membuat kesan “lebay” pada adegan tertentu. Penggunaan warna pada “Comic 8” untuk beberapa adegan bisa dibilang tidak tepat serta karena terlalu sering menggunakan warna yang agak kontras bisa membuat gangguan pada mata penonton atau membuat mata menjadi agak lelah.


Apresiasi baik harus disematkan kepada Fajar Umbara selaku penulis skenario. Dengan bijaknya, Fajar mampu membagi porsi yang pas kepada 8 sosok sentral dalam film ini. Kedelapan “perampok” ini dibekali karakter yang kuat serta mereka punya “bekal” untuk unjuk gigi dan dikenang penonton tanpa ada yang tampil dominan. Fajar mampu membagi beberapa lelucon “andalan” para comic ini masing-masing agar mereka sama rata mendapat “tertawa” dari penonton. Walau beberapa lelucon agak terasa sudah kadaluwarsa, diulang-ulang serta terasa segmented yang hanya lucu untuk beberapa orang saja (mungkin sangat lucu bagi yang mengikuti lawakan kedelapan comic ini) namun masih banyak “amunisi” lelucon yang siap menggempur penonton sehingga setidaknya penonton tidak pulang tanpa mulut merasakan tertawa apalagi tak terhibur.

Fajar Umbara mampu menambahkan “greget” pada film ini dengan menambahkan twist berlapis. Penonton akan disuguhkan twist-twist yang akan menunjukkan apa yang sebenarnya melatarbelakangi perampokan Bank yang dilakukan oleh kedelapan perampok ini. Walau tidak pungkiri twist dalam film ini terasa agak dipaksakan serta karena gaya penuturan twistnya sehingga twist ini jadi kurang begitu terasa dan terlihat “begitu saja” namun dengan Fajar memberikan twist yang cukup berani dan berbeda serta sejauh mungkin dari praduga penonton patut diacungi jempol dan bisa dibilang berbeda dari kebanyakn film-film Indonesia yang tampil dengan bermain aman atau hanya menggunakan 1 twist di ending.



Selebihnya, “Comic 8” mampu memberikan penyegaran pada film Indonesia dengan memberikan warna berbeda yang akhir-akhir ini dikuasai oleh horror atau drama percintaan. Anggy Umbara juga mampu membawa kedelapan comic yang biasanya tampil sendiri kini naik level ke layar lebar dengan penampilan yang cukup baik untuk seorang pemula karena dasarnya mereka bukanlah seorang aktor. Dan lagi-lagi Anggy mampu menggunakan momentum yang tepat dengan mengangkat comic yang sedang “laris” ditelevisi lokal ke layar lebar sama seperti saat menggarap boyband ribuan penggemar seperti Coboy Junior pada tahun lalu. Hasilnya? Dengan mudah Comic 8 mencapai 1 juta penonton. Raihan penonton yang sangat sulit dicapai pada tahun lalu dan baru bisa dicapai pada bulan Desember kini baru bulan Februari 1 juta penonton bisa dicapai. Tentu ini adalah prestasi membanggakan untuk Anngy Umbara dan kedelapan comic yang “diasuhnya”. Nikmati filmnya dan jangan beranjak dari tempat duduk anda hingga Credit Title bergulir. Karena performance para comic saat credit title bergulir adalah lelucon mereka terbaik sepanjang film (setidaknya untuk saya).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar