Kamis, 26 Februari 2015

Review : Laskar Pelangi Sekuel 2 : Edensor (2013)



Setelah Penantian dan “Perjuangan” yang cukup lama, kelanjutan kisah anak-anak Belitong dalam meraih mimpinya kembali hadir. Mengusung judul “Laskar Pelangi Sekuel 2 : Edensor”, film adaptasi seri ketiga dari tetralogi novel karya Andrea Hirata siap melanjutkan kisah Ikal dan Arai, dua anak Belitong yang menggapai mimpi di Eropa. Kali ini, Riri Riza tidak lagi menyutradarai seri ketiga Laskar Pelangi. “Tongkat estafet” penyutradaraan dilanjutkan oleh sutradara peraih piala citra melalui “3 Hati 2 Dunia 1 Cinta” Benni Setiawan.

“Laskar Pelangi sekuel 2 : Edensor” merupakan kelanjutan kisah Ikal (Lukman Sardi) danArai (Abimana Aryastya) yang melanjutkan kuliah di Sorbonne, Paris berkat beasiswa yang mereka dapatkan. Sepanjang film penonton akan disuguhkan kisah Ikal dan Arai bertahan hidup di negeri orang sambil mewujudkan mimpi mereka. Selain belajar, mereka juga bekerja apa saja mulai dari pelayan restoran hingga pengamen demi mencukupkan kebutuhan hidup serta mengirim uang ke orang tua di Belitong. Kisah Cinta Ikal dan Katya (Astrid Roos) pelajar asal Jerman serta bayang-bayang cinta pertama Ikal, Aling (Shalvynne Chang) turut menghiasi usaha dua anakbelitong ini mengejar cita-cita. Dalam Edensor Ikal terjebak dalam dinamika kehidupannya antara cinta, keluarga di Belitong, mimpi serta persahabatannya dengan Arai.

Benni Setiawan punya tanggung jawab besar dalam menghidupkan kisah yang mampu membuat dua film pendahulunya menjadi fenomenal. Proyek Edensor ini sempat mengalami bongkar pasang sutradara dan cast dalam pembuatannya. Mundurnya duet maut kesuksesan “Laskar Pelangi” dan “Sang Pemimpi”, Riri Riza dan Mira Lesmana serta penulis skenarionya Salman Aristo membuat Benni Setiawan yang juga menulis skenario Edensor punya “Pekerjaan Rumah” lebih dimana harus berupaya menyajikan suatu hal yang setidaknya sama dengan dua film sebelumnya. Ditambah sang penulis novel, Andrea Hirata tidak turut campur dalam penulisan skenario dengan alasan ingin melihat pandangan baru terhadap novelnya.


Kisah anak Belitong kehilangan keajaibannya. Bagi penggemar seri Laskar Pelangi jelas Edensor mengalami penurunan kualitas dibanding dua film sebelumnya. Skenario yang ditulis oleh Benni Setiawan tidak sekuat skenario dua film sebelumnya. Alhasil cerita Ikal dan Arai yang telah dibangun dengan baik di Sang Pemimpi hanya terlihat seperti dua orang pelajar yang kuliah di Paris dan dinamika kehidupannya yang biasa aja. Tak terasa mimpi besar yang sangat menggugah perasaan diseri sebelumnya. Ikal dan Arai memang selalu membicarakan mimpi mereka namun atmosfir akan mimpi mereka tak begitu terasa dalam film ini. Masih teringat jelas bagaimana Arai dalam Sang Pemimpi yang begitu “ajaib” dan keras terhadap mimpi-mimpinya. Dalam Edensor karakter Arai kehilangan perilaku “Ajaib”nya kecuali di bagian Arai remaja menggendong Ikal. Ya hanya itu saja yang tersisa.

Begitu datar emosi yang disampaikan melalui film ini. Benni Setiawan kurang mengeksplorasi konflik-konflik yang ada dalam film ini. Ya hanya seperti mendadak datang dan berlalu begitu saja. Tanpa meninggalkan kesan lebih terhadap penonton. Sosok Katya misalnya, tak begitu terasa memberikan pengaruh emosi terhadap penonton, padahal dial ah orang yang berhasil “membelokkan” cinta Ikal terhadap Aling. Romansa Ikal danAling pun terasa datar. Tak terasa cinta dari mereka walaupun Ikal terlihat bahagia disana dan ketika Katya pergi ya terasa begitu saja. Sosok Aling pun yang kedatangannya sebentar dalam film ini tak memberikan kesan lebih. Tak seperti kehadiran Aling di “Laskar Pelangi”. Adegan itu masih membekas dan memorable. Walau sebentar, Aling dalam Laskar Pelangi meninggalkan kesan baik dan akan tetap diingat ditambah iringan lagu seroja yang membuat Aling dalam “Laskar pelangi” mampu bertahan lama di memori penggemar filmnya.
Seperti pendahulu-pendahulunya, alunan musik yang mengiringi Edensor cukup memanjakan telinga dan menghidupkan suasana di Film. Beberapa adegan sedikit “terselamatkan” dari alunan musik yang mengiringi film ini. Dan seri Laskar Pelangi memang terkenal dengan Original Soundtrack yang enak didengar dan menjadi hits. Sebut saja “Laskar Pelangi”- Nidji dan “Tak perlu keliling Dunia”-Dewi Gutawa di Laskar Pelangi dan “Sang Pemimpi”- Gigi dan “Cinta Gila”-Ungu di Sang Pemimpi, di Edensor yang paling menonjol adalah lagu “Negeri Laskar Pelangi” yang dinyanyikan dalam dua versi melayu dan akustik. Keduanya sama baiknya dengan aransemen yang sederhana namun nikmat didengar. Lagu ini membuktikan selain pandai menulis novel, Andrea Hirata juga piawai menulis lagu. Selain itu sebagai “Jagoan” di Soundtrack ada “Pelangi dan Mimpi” yang dibawakan oleh Coboy Junior. Lagu ini dibawakan dengan baik dan enak didengar oleh Coboy Junior. Selain itu dipilihnya Coboy Junior sebagai pengisi Soundtrack juga menambah nilai komersil dari film ini.
Pengambilan judul “Laskar Pelangi sekuel 2 : Edensor” juga cukup menarik untuk ditelisik. Kenapa judulnya tidak “Edensor” saja ? kenapa pakai embel-embel Laskar Pelangi sekuel 2? Toh pada “Sang Pemimpi” pun tak ada embel-embel “Laskar Pelangi sekuel 1 : Sang Pemimpi”. Jelas untuk penentuan judul sepenuhnya adalah hak PH yang memiliki hak untuk mengangkat novel Edensor kedalam bentuk film. Mizan Production si pemilik hak adaptasi 3 novel Laskar Pelangi kali ini memang tak bekerjasama dengan Miles Film lagi namun dengan Falcon Pictures, Namun apa alasan menggunakan Embel-embel “Laskar Pelangi sekuel 2”. Setidaknya ada dua factor, pertama mungkin sebagai pengingat bahwa Edensor adalah lanjutan dari “Laskar Pelangi” dan “Sang Pemimpi” agar para calon penonton ketika melihat poster atau berita nya akan berbicara “Oh Laskar Pelangi ada lanjutannya ya..” . Mereka tidak mau kehilangan moment dari kesuksesan Laskar Pelangi. Atau “Laskar Pelangi Sekuel 2” digunakan Karena PH kurang Pede dengan hanya mengusung nama Edensor yang takutnya calon penonton tidak tahu bahwa Edensor adalah kelanjutan dari Laskar Pelangi dan mempengaruhi  jumlah penonton. Sehingga, embel-embel “Laskar pelangi sekuel 2” digunakan sebagai jaminan kepada penonton. Secara “Laskar Pelangi” mempunyai nama yang “harum” dikalangan penonton film lokal  baik dari kualitas atau raihan box office nya. Apapun itu, pemakain “Laskar Pelangi Sekuel 2” hanya yang bersangkutan yang tahu persis alasan yang sebenarnya.



Memang tugas yang berat meneruskan seri besar yang punya cerita yang kuat serta meninggalan ciri khas sutradaranya sebelumnya. “Laskar Pelangi sekuel 2 : Edensor” mampu tampil dengan gaya berbeda yang tetap layak untuk ditonton. Setidaknya Edensor memberikan suguhan yang cukup untuk para penggemar seri ini serta meneruskan kisah inspiratif anak Belitong yang meraih mimpi mereka. Edensor pun memiliki tujuan yang sama dengan sebelumnya untuk memotivasi dan menyebarkan semangat untuk meraih mimpi setinggi-tingginya apapun keterbatasan yang dimiliki. Semoga seri terakhir dari Laskar Pelangi, Maryamah Kapov dapat digarap secara lebih matang dan menjadi penutup yang indah kelak. Ya kita tunggu saja Maryamah Karpov atau Laskar Pelangi sekuel 3 : Maryamah karpov nanti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar