Kamis, 26 Februari 2015

Review : The Wind Rises (2013)



Setelah Hayao Miyazaki, salah satu master anime ternama di Jepang memutuskan untuk kembali pensiun dari dunia animasi, sontak “The Wind Rises” yang merupakan film terakhirnya mendapat perhatian lebih dari pencinta animasi bahkan pencinta film internasional. “The Wind Rises” adalah film terbaru Hayao Miyazaki setelah terakhir menggarap “Ponyo on the Cliff By The Sea” pada tahun 2008.

Tidak dipungkiri, “The Wind Rises” yang juga produksi dari Studio Ghibli yang terkenal melahirkan film-film animasi berkualitas ini mendapat sambutan yang hangat. Pertama, duet maut Studio Ghibli dan Hayao Miyazaki selalu melahirkan karya-karya yang menawan serta belum pernah mengecewakan. Sebagai contoh, Spirited Away yang memenangkan Best Animated Feature pada Academy Awards 2002. Kedua, raihan jumlah penonton di Jepang yang membuat “The Wind Rises” duduk manis di puncak Box Office Jepang serta tanggapan positif dari beberapa kritikus dunia. Ketiga, tentu saja nominasi Best Animated Feature Academy Awards 2014 yang merupakan prestasi tersendiri bagi film ini, namun sayang harus kalah dengan film animasi Disney, Frozen.
“The Wind Rises” berkisah mengenai Jiro Hirokoshi, seorang aviator atau perancang pesawat tempur ternama di Jepang. Sepanjang film penonton akan disuguhkan biografi sang ahli aeronutika ini dalam menggapai mimpinya menjadi perancang pesawat seperti idolanya, Caproni. Paruh awal film penonton akan disuguhkan perjalanan Jiro Hirokoshi meraih mimpi-mimpinya dan di babak kedua film akan dibumbui kisah romansa antara Jiro dan wanita cantik berambut biru,Naoko Satomi.
Film yang memiliki judul lain”Kaze Tachinu” ini merupakan adaptasi dari cerita pendek karya Tatsuo  Hori, seorang penyair, penulis, dan penerjemah dari zaman Showa yang ditulis sekitar tahun 1936-1937. Sebelum mengangkatnya dalam animasi panjang, Hayao Miyazaki pernah mengangkatnya ke dalam manga yang dibuat bersambung di majalah Model Graphix pada tahun 2009.


“The Wind Rises” memang berbeda. Penonton tidak akan menemukan monster-monster apik namun lucu, penyihir, jagoan wanita atau segala hal yang dekat dengan film-film Hayao Miyazaki. Walau temanya yang dekat dengan pesawat, namun jangan berharap akan ada pilot babi ala “Porco Roso” mampir dalam film ini. Hayao Miyazaki membawa “The Wind Rises” jauh lebih dewasa dan realis dengan membuang segala fantasi liar tak ada habisnya yang biasa dia angkat dalam film. Memang dengan pendekatan yang realis ini meruntuhkan beberapa ekspetasi penonton yang ingin bersenang-senang seperti biasanya menonton karya Hayao Miyazaki, namun Hayao pasti memiliki alasan menggarap “The Wind Rises” seperti ini. Salah satunya agar sosok Jiro Hirokoshi yang ditampilkan dalam film ini dapat sedekat mungkin dengan aslinya. Bisa jadi film ini nantinya menjadi film edukatif dalam pelajaran sejarah di sekolah-sekolah di Jepang atau bahkan di negara lain.
Kelewat serius mungkin akan membayangi beberapa benak penonton. Ya memang jarang sekali film animasi dibuat serius karena biasanya animasi merupakan alternative menonton yang menghibur dan memancing tawa. Namun karena sisi realisnya, bahkan seperti tak ada tempat untuk komedi, atau bermain-main dengan fantasi. Kalaupun ada sisi fantasinya terdapat pada pertemuan mimpi antara Jiro dan Caproni. Adapun sisi romansa dalam film ini antara Jiro dan Naoko terasa datar dan kurang mengeksplor emosi penonton. Namun didalam kedataran “The Wind Rises” ada kedalam cerita dan karakter yang digali dengan baik oleh Hayao Miyazaki. Dan jangan lupakan visualisasi “The Wind Rises” yang detil,Cantik,dengan warna-warna yang indah dan sejuk yang membuat semua momen dalam film ini yang dibuat oleh Hayao Miyazaki dan Tim Animator Studio Ghibli begitu berkesan. Suatu bentuk kesetiaan yang mengagumkan dari Hayao Miyazaki yang tetap mengusung animasi 2D melalui goresan tangannya sendiri ditengah gempuran animasi 3D yang popular saat ini.


Dengan durasi 126 menit dan ceritanya yang bisa dibilang datar, tak dipungkiri dapat menimbulkan penonton menguap sekali dua kali apalagi buat mereka yang bukan penggemar Hayao Miyazaki dan seluk beluk pesawat. Namun, “The Wind Rises” merupakan suatu pencapaian lain dari Hayao Miyazaki dengan membuat animasi yang realis dan serius diluar kebiasaannya. Film terakhirnya ini tetap akan mengisi hati para penggemarnya serta pencinta film animasi dunia. Dan tentu saja perlu diberi penghargaan kepada Joe Hisaishi , composer langganan hayao miyazaki yang membuat scoring mengagumkan dalam film ini apalagi dibeberapa adegan ada efek suara yang dibuat dengan mulutnya sendiri seperti suara baling-baling pesawat terbang yang hendak terbang. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar